Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Daan Mogot(Sejarah Kota)

source: merdeka.com
Bagi anda yang sering bepergian Jakarta-Tangerang pastinya ada sering melewati Jalan Daan Mogot. Tentunya rata-rata setiap jalan di Jakarta ialah nama-nama pahlawan negara yang pernah anda dengar ketika anda sekolah. Pernahkah anda berpikir bahwasannya Daan Mogot merupakan nama seorang pahlawan juga. Daan Mogot kisahnya tidak terlalu populer menyerupai cerita Pangeran Diponegoro, namun kisahnya menarik untuk disimak. Apa lagi bagi anda yang sering bertanya-tanya ihwal apa arti penamaan jalan ini? 
source: wikipedia.org
Daan Mogot ialah nama seorang pahlawan muda belia. Nama lengkapnya ialah Elias Daan Mogot. Awalnya, cowok kelahiran Manado, 28 Desember 1928, ini dibawa oleh kedua orang tuanya ke Batavia (Jakarta) ketika berumur 11 tahun. Daan Mogot ialah anak dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang. Ayahnya ketika itu ialah Hukum Besar Ratahan. Ia ialah anak kelima dari tujuh bersaudara. Saudara sepupunya antara lain Kolonel Alex E. Kawilarang (Panglima Siliwangi, serta Panglima Besar Permesta) dan Irjen. Pol. A. Gordon Mogot (mantan Kapolda Sulut). Di Batavia, ayahnya diangkat menjadi anggota VOLKSRAAD (Dewan Rakyat masa Hindia-Belanda). Kemudian ayahnya diangkat sebagai Kepala Penjara Cipinang.Tangerang pastinya ada sering melewati Jalan Daan Mogot Daan Mogot(Sejarah Kota)
Alex E Kawilarang
source: wikipedia

Di umur 14 tahun (tahun 1942) Daan Mogot masuk PETA (Pembela Tanah Air) yaitu organisasi militer pribumi bentukan Jepang di Jawa, walaupaun bersama-sama ia tak memenuhi syarat alasannya ialah usianya belum genap 18 tahun. Oleh prestasinya yang luar biasa ia pun diangkat menjadi instruktur PETA di Bali. Kemudian dipindahkan ke Batavia.

Saat kejatuhan Jepang dan selepas Proklamasi 1945, Daan Mogot bergabung dengan cowok lainnya mempertahankan kemerdekaan dan menjadi salah seorang tokoh pemimpin Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pangkat Mayor. Uniknya, ketika itu Daan Mogot gres genap berusia 16 tahun, namun sudah berpangkat Mayor.

Malang tak sanggup ditolak, ketika ia berjuang membela negeri ini, ayahnya tewas dibunuh oleh para perampok yang menganggap “orang Manado” (orang Minahasa) sebagai londoh-londoh (antek-antek) Belanda. Kesedihannya itu ia sampaikan pada sepupunya Alex Kawilarang.

“Banyak benar anarki terjadi di sini,” kata Alex Kawilarang.

“Memang, itu yang mesti torang bereskan. Oleh alasannya ialah itu, senjata harus berada di torang pe tangan” kata Daan Mogot. “Torang, orang Manado, jangan berbuat yang bukan-bukan. Awas, hati-hati! Torang musti benar-benar menunjukkan, di pihak mana kita berada.”

Daan Mogot berkeinginan mencurahkan pengetahuannya, apa yang dulu didapatkannya ketika masih dibawah PETA. Ia ingin mendidik para cowok yang mau menjadi tentara. Dan harapan besarnya itu risikonya terwujud dengan berdirinya Akademi Milter di Tangerang 18 November 1945 bersama Kemal Idris, Daan Yahya dan Taswin. Dan Daan Mogot diangkat menjadi Direktur Militer Akademi Tangerang (MAT) ketika ia berusia 17 tahun dengan calon Taruna pertama yang dilatih berjumlah ada 180 orang.

Hutan Lengkong - Serpong Tangerang

Pada tanggal 30 November 1945 dilakukan negosiasi antara Indonesia dengan delegasi Sekutu. Indonesia diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri Agoes Salim yang didampingi oleh dua dua perwira TKR yaitu Mayor Wibowo dan Mayor Oetarjo. Sedangkan pihak Sekutu (Inggris), Brigadir ICA Lauder didampingi oleh Letkol Vanderpost (Afrika Selatan) dan Mayor West.

Pertemuan yang merupakan Meeting of Minds, menghasilkan ketetapan ihwal pengambil-alihan primary objectives tentara Sekutu oleh TKR yang mencakup perlucutan senjata dan pemulangan 35 ribu tentara Jepang yang masih di Indonesia, pembebasan dan pemulangan Allied Prisoners of War and Internees (APWI) yang kebanyakan terdiri dari lelaki tua, wanita, dan belum dewasa berkebangsaan Belanda dan Inggris sebanyak 36 ribu.

Berdasarkan akad 30 November 1945, tentara Sekutu tidak lagi mempunyai alasan untuk memasuki wilayah kekuasaan Indonesia maupun memakai tentara Jepang untuk memerangi Indonesia dengan dalih mempertahankan status quo pra- Proklamasi. Perintah itu disampaikan oleh pihak Sekutu kepada Panglima Tentara Jepang Letjen Nagano.

Sekitar tanggal 5 Desember 1945 ditegaskan oleh Kolonel Yashimoto dari pimpinan tentara Jepang kepada pimpinan Kantor Penghubung TKR di Jakarta cq Mayor Oetarjo bahwa para komandan tentara Jepang setempat sesuai dengan keputusan pimpinan tentara Sekutu, telah diperintahkan tunduk kepada para komandan TKR setempat yang bertanggung jawab atas pemulangan mereka.

Namun pada tanggal 24 Januari 1946, Daan Mogot mendengar pasukan NICA Belanda sudah menduduki Parung. Dan sanggup dipastikan mereka akan melaksanakan gerakan merebut senjata tentara Jepang di depot Lengkong.

Ini sangat berbahaya alasannya ialah akan mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang. Untuk mendahului jangan hingga senjata Jepang jatuh ke tangan sekutu, berangkatlah pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70 taruna Militer Akademi Tangerang (MAT) dan delapan tentara Gurkha pada tanggal 25 Januari 1946 lewat tengah hari sekitar pukul 14.00. Ikut pula bersamanya beberapa orang perwira menyerupai Mayor Wibowo, Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo.

Dengan mengendarai tiga truk dan satu jip militer hasil rampasan dari Inggris, para prajurit berangkat dan hingga di markas Jepang Lengkong pukul 16.00 WIB. Di depan pintu gerbang, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dengan Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan taruna Alex Sajoeti (fasih bahasa Jepang) berjalan di depan. Pasukan taruna diserahkan kepada Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo untuk menunggu di luar.

Kapten Abe, dari pihak Jepang, mendapatkan ketiganya di dalam markas. Mendengar klarifikasi maksud kedatangan mereka, Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta. Ia beralasan bahwa ia belum menerima perintah atasannya ihwal perlucutan senjata. Saat negosiasi berjalan, ternyata Letnan Satu Soebianto dan Letnan Satu Soetopo sudah mengerahkan para taruna memasuki sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana dengan kerelaan dari anak buah Kapten Abe. 40 orang Jepang telah terkumpulkan di lapangan.

Namun entah mengapa, tiba-tiba terdengar suara tembakan yang tidak diketahui dari mana asalnya. Disusul tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Tentara Jepang yang berbaris di lapangan ikut pula memperlihatkan perlawanan dengan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk milik TKR.

Terjadilah pertempuran yang tak seimbang, apalagi pengalaman tempur dan persenjataan para Taruna tak sebanding dengan pihak Jepang. Taruna MAT menjadi sasaran empuk, diterjang oleh senapan mesin, lemparan granat serta perkelahian sangkur seorang lawan seorang.

Ketika mendengar pecahnya pertempuran, Mayor Daan Mogot segera berlari keluar meninggalkan meja negosiasi dan berupaya menghentikan pertempuran namun upaya itu tidak berhasil. Mayor Daan Mogot bersama beberapa pasukannya menyingkir meninggalkan asrama tentara Jepang, memasuki hutan karet yang dikenal sebagai hutan Lengkong.

Namun Taruna MAT yang berhasil lolos menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet mengalami kesulitan memakai karaben Terni yang dimiliki. Sering peluru yang dimasukkan ke kamar-kamarnya tidak pas alasannya ialah ukuran berbeda atau sering macet. Pertempuran ini tidak berlangsung lama, alasannya ialah pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan persenjataan dan persediaan peluru yang amat terbatas.

Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan hingga ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari aneka macam penjuru.

Monumen Lengkong
                   source:wikipedia.org
Dari pertempuran di hutan Lengkong, 33 taruna dan 3 perwira gugur serta 10 taruna luka berat. Mayor Wibowo bersama 20 taruna ditawan, hanya 3 taruna, yaitu Soedarno, Menod, Oesman Sjarief berhasil meloloskan diri dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi hari.

Pasukan Jepang selanjutnya bertindak penuh kebuasan. Mereka yang telah luka terkena peluru dan masih hidup dihabisi dengan bacokan bayonet. Ada yang tertangkap sehabis keluar dari tempat perlindungan, kemudian diserahkan kepada Kempetai Bogor. Beberapa orang yang masih hidup (walau mereka dalam keadaan terluka) dipaksa untuk menggali kubur bagi teman-temannya.

Tanggal 29 Januari 1946 di Tangerang diselenggarakan pemakaman kembali 36 jenasah yang gugur dalam kejadian Lengkong disusul seorang taruna Soekardi yang luka berat namun risikonya meninggal di RS Tangerang. Mereka dikuburkan di erat penjara belum dewasa Tangerang. Hadir pula pada upacara tersebut Perdana Menteri RI Sutan Sjahrir, Wakil Menlu RI Haji Agoes Salim yang puteranya berjulukan Sjewket Salim ikut gugur dalam kejadian tersebut beserta para anggota keluarga taruna yang gugur. Dan bagi R.Margono Djojohadikusumo, pendiri BNI 1946, ia kehilangan dua putra terbaiknya yaitu Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Taruna R.M. Soejono Djojohadikoesoemo (keduanya paman dari Prabowo Subianto).
              source: soedoetpandang.wordpress.com
Untuk mengenang jasa-jasanya, pemerintah Indonesia kemudian mengangkat Daan Mogot sebagai pahlawan nasional. Namanya juga diabadikan menjadi nama Jalan yang menghubungkan Jakarta dengan Tangerang. Jalan Ini mempunyai sahabat setia yaitu Kali Mookervaat.

                    source: rmoljakarta.com
Daan Mogot tutup usia pada tanggal 25 Januari tahun 1946. Hanya sempat mencicipi sebulan hidup di usia 17 tahun atau dikenal sebagai ketika sweet seventeen ketika ini. Mungkin bagi anak muda akan diperingati sebagai masa yang indah, namun bagi Hadjari Singgih, pacar Mayor Daan Mogot, ialah sebuah pengorbanan yang sangat berarti bagi negeri ini. Kado yang terindah darinya ialah dengan memotong rambutnya yang panjang mencapai pinggang dan menanam rambut itu bersama jenasah Daan Mogot.
                              source: wikipedia.org
Kini di antara kemewahan tempat Serpong, Tangerang Selatan, “terselip” sebuah sejarah bernilai tinggi bagi Republik Indonesia. Sebuah rumah tua, bekas markas serdadu Jepang di Desa Lengkong, menjadi saksi “Pertempuran Lengkong.” Di sebelah kanan rumah itu berdiri sebuah monument yang dibangun semenjak tahun 1993. Terukir sejumlah nama taruna dan perwira yang gugur dalam kejadian heroik yang itu. Namun yang patut disayangkan adanya perbedaan antara museum Lengkong dengan obyek-obyek sejarah lainnya di Tanah Air ini.
Tangerang pastinya ada sering melewati Jalan Daan Mogot Daan Mogot(Sejarah Kota)

sumber: Sumber: Wikipedia, Kemal Idris : “Bertarung Dalam Revolusi”, Peristiwa Heroik Lengkong, glowupmagazine. 

Sumber https://www.gu-buk.net

Posting Komentar untuk "Daan Mogot(Sejarah Kota)"