Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sistem Dan Struktur Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)

A. LATAR BELAKANG PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA
Pada 27 Desember 1949, melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda secara de facto dan de jure mengakui kedaulatan Indonesia dengan bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Ada satu hal yang menjadi sorotan bagi Indonesia tersebut yaitu mengenai permasalahan Irian Barat. Belanda dalam KMB menyebut akan mengembalikan Irian Barat ke Indonesia satu tahun sesudah KMB berlangsung. Pada Mei 1950, Belanda masih belum juga beriktikad baik untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia. Beberapa kebijakan pun dikeluarkan semoga dilema ini segera teratasi. Pada 9 Mei 1945, diadakan pertemuan antara RIS dengan RI untuk mempersiapkan mekanisme pembentukan negara kesatuan. Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, 19 Mei 1950 pemerintah mengeluarkan kebijakan menyerupai
a. Pembentukan panitia rekonsiliasi negara-negara bagian.
b. Pembentukan panitia persiapan deklarasi NKRI.
c. Pembentukan panitia persiapan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan.
Puncak kekesalan Indonesia terhadap dilema pengembalian Irian Barat pada 17 Agustus 1950. Indonesia menilai Belanda telah melanggar persetujuan yang telah mereka buat dalam KMB. Dampaknya, Indonesia membubarkan RIS dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS 1950) sebagai dasar negaranya.

B.   CIRI-CIRI PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA

C. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN LIBERAL DI INDONESIA

Kabinet Kebijakan Kejatuhan
M. Natsir
(7 September 1950 –
21 Maret 1951)
1. Membentuk DPRD di seluruh Indonesia.
2. Melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
3. Indonesia diterima sebagai anggota PBB.
4. Melaksanakan Gerakan Benteng.
5. Melaksanakan Kebijakan Senering.
Adanya mosi tidak percaya dari Hadikusumo wacana pembentukan DPRD yang dianggap tidak demokrasi.
Kabinet Kebijakan Kejatuhan
Sukiman-Suwirjo (26 April – Februari 1952) Mengadakan kolaborasi ekonomi dan santunan senjata dari Amerika Serikat yang diberi nama Mutual Security Act (MSA). Adanya MSA yang dianggap oleh oposisi sebagai bentuk konkret bahwa Indonesia tidak menjalankan politik luar negeri
yang bebas-aktif.
Wilopo
(30 Maret 1952 – 2
Juni 1953)
Tidak ada jadwal dari kabinet ini yang berjalan dengan baik sesuai dengan yang dicanangkan. Adanya konflik sipil–militer yang terjadi di banyak sekali kawasan seperti:
1. Peristiwa Tanjung Morawa Konflik perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Sumatera Utara.
2. Peristiwa 17 Oktober 1952 Aksi demo besar-besar yang dilakukan oleh ABRI alasannya rasa kekecewaan terhadap kondisi Indonesia yang tidak stabil. Menuntut pembubaran dewan perwakilan rakyat yang dianggap telah ikut campur dalam urusan internal ABRI.


Ali – Wongso
(13 Juli 1953 – 24
Juli 1955)
1. Melaksanakan Gerakan Ali-Baba.
2. Menyelenggarakan Konferensi Asia- Afrika (KAA) di Bandung, pada 18-24 April 1955.
Konferensi ini diprakarsai oleh 5 negara, yaitu:
  • Indonesia (Ali Sastroamidjojo)
  • India (Pandit Jawaharlal Nehru)
  • Sri Lanka (Sir John Katelawala)
  • Pakistan (Moh. Ali Jinnah)
  • Birma/Myanmar (U Nu)
KAA ini menghasilkan beberapa point penting, seperti:
  • Dasa Sila Bandung
· Dukungan negara-negara di Asia-Afrika terhadap dilema Irian Barat
  • Masalah status
dwikewarganegaan RI-RRT
Pengangkatan Iwa Kusumasumantri sebagai Menteri Pertahanan menjadikan terjadinya konflik dengan ABRI.
Kabinet
Kebijakan
Kejatuhan
Ali Sastroamidjojo 2
(24 Maret 1956 - 14
Maret 1957)
Dalam masa kepemimpinannya yang kedua, tak ada prestasi yang menonjol dari Ali Sastroamidjojo ini. Kondisi perekomian Indonesia yang semakin parah ditambah adanya kekecewaan rakyat alasannya Ali dinilai terlalu mementingkan urusan luar negeri dan partainya menjadikan Ali mengundurkan
diri.


Djuanda
(9 April 1957 – 10
Juli 1959)
1. Membentuk Zaken Kabinet
Kabinet nonpartai yang berisi orang- orang profesional.
2. Membentuk Deklarasi Djuanda, membahas wacana batas teritorial maritim Indonesia.
3. Menetapkan jadwal kerja yang dikenal sebagai Panca Karya. Panca Karya, yaitu:
  • Membentuk Dewan Nasional
· Normalisasi keadaan Republik
· Melancarkan pelaksanaan peniadaan KMB
  • Memperjuangkan Irian Barat
  • Menggiatkan pembangunan
1. Adanya gangguan keamanan dengan munculnya gerakan PRRI/Permesta.
2. Dekrit Presiden 1959.
D. DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959
Berbagai kekacauan yang terjadi pada masa Pemerintahan Liberal ini menciptakan Soekarno mengeluarkan sebuah Konsepsi pada 21 Februari 1957. Konsepsi presiden tersebut terdiri atas:
a. Penerapan sistem Demokrasi Terpimpin.
b. Pembentukan Kabinet Gotong Royong atau Kabinet Kaki Empat yang terdiri dari PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
c. Membentuk Dewan Nasional yang bertugas menawarkan nasihat kepada kabinet. Konsepsi Presiden tersebut nyatanya banyak mengalami penolakan. Salah satunya penolakan dari Masyumi, NU, PSII, dan Partai Katholik.
Kegagalan Dewan Konstituante menyusun Undang-Undang Dasar yang gres juga turut menciptakan kondisi Indonesia semakin tidak stabil. Dengan pertimbangan tersebut, Presiden Soekarno yang didukung oleh ABRI mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Ada pun isi dekrit tersebut:
a. Membubarkan Dewan Konstituante
b. Kembali memakai Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Indonesia
c. Membantuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Sejak dikeluarkannya dekrit tersebut, sistem Demokrasi Liberal Indonesia sudah tidak berlaku dan digantikan dengan sistem Demokrasi Terpimpin.

Soal dan Pembahasan demokrasi liberal klik disini

Sumber https://www.gu-buk.net

Posting Komentar untuk "Sistem Dan Struktur Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)"