Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sejarah Vaksin


Praktek imunisasi dimulai semenjak ratusan tahun lalu. Para bhiksu meminum racun ular untuk memberi kekebalan terhadap gigitan ular dan variasinya (mengoleskan  kulit yang robek dengan cacar sapi untuk memperlihatkan kekebalan terhadap cacar) dipraktekkan pada periode ke-17 Cina. Edward Jenner dianggap pendiri vaksinologi di Barat pada tahun 1796, sesudah ia menginokulasi(pemindahan mikroorganisme) seorang anak pria berusia 13 tahun dengan virus vaccinia (cacar sapi), dan memperlihatkan kekebalan terhadap cacar. Pada 1798, vaksin cacar pertama dikembangkan. Selama periode 18 dan 19, implementasi imunisasi cacar massal secara sistematis memuncak pada era pemberantasan cacar secara global pada tahun 1979.


Louis Pasteur mempelopori percobaan pengembangan vaksin melalui penyakit kolera hidup yang dilemahkan dan vaksin antraks inaktif pada insan (1897 dan 1904, masing-masing). Vaksin wabah juga ditemukan pada tamat periode ke-19. Antara 1890 dan 1950, pengembangan vaksin basil yang berkembang biak, termasuk vaksinasi Bacillis-Calmette-Guerin (BCG), yang masih dipakai hingga sekarang.

Pada tahun 1923, Alexander Glenny menyempurnakan metode untuk menonaktifkan toksin tetanus dengan formaldehida. Metode yang sama dipakai untuk menyebarkan vaksin dalam melawan difteri pada tahun 1926. Pengembangan vaksin pertusis jauh lebih lama, dengan vaksin sel utuh yang pertama kali dilisensikan untuk dipakai di AS pada tahun 1948. Jaringan virus terus berkembang dari 1950-1985, dan mengakibatkan munculnya vaksin polio Salk (yang dilemahkan) dan vaksin polio Sabin (hidup dilemahkan). Imunisasi polio massal kini telah memberantas penyakit dari banyak kawasan di seluruh dunia.

Penyakit campak, gondok dan rubella yang dilemahkan, dikembangkan untuk dimasukan kedalam vaksin. Pada era ini, Campak yaitu sasaran yang memungkinkan  untuk dieliminasi melalui vaksinasi.
Meskipun dampak faktual terhadap kesehatan dari aktivitas imunisasi selalu ada resistensi terhadap vaksin, Akhir 1970-an dan 1980-an menandai periode peningkatan litigasi dan penurunan profitabilitas untuk pembuatan vaksin, yang kemudian mengakibatkan penurunan jumlah perusahaan yang memproduksi vaksin.

Penurunan itu sebagian ditangkap oleh pelaksanaan aktivitas Kompensasi Cedera Vaksin Nasional di AS pada tahun 1986. Warisan zaman ini terus berlanjut hingga hari ini menimbulkan krisisnya pasokan. Ditambah lagi upaya media yang terus berlanjut menggencarkan lobi anti-vaksinasi.
Dua dekade terakhir telah melihat penerapan genetika molekuler dan peningkatan wawasan dalam imunologi, mikrobiologi dan genomik diterapkan pada vaksinologi. Keberhasilan dikala ini termasuk pengembangan vaksin hepatitis B rekombinan, vaksin pertusis acellular yang kurang reaktogenik, dan teknik gres untuk pembuatan vaksin influenza musiman.

Genetika molekuler memilih tempat untuk masa depan yang cerah bagi vaksinologi, termasuk pengembangan sistem pengiriman vaksin gres (misalnya vaksin DNA, vektor virus, vaksin tanaman dan formulasi topikal), adjuvant baru, pengembangan vaksin tuberkulosis yang lebih efektif, dan vaksin melawan cytomegalovirus. (CMV), virus herpes simpleks (HSV), virus pernapasan syncytial (RSV), penyakit stafilokokus, penyakit streptokokus, pandemi influenza, shigella, HIV dan schistosomiasis antara lain. Vaksin terapeutik juga segera tersedia untuk alergi, penyakit autoimun, dan kecanduan.

Sumber https://www.gu-buk.net

Posting Komentar untuk "Sejarah Vaksin"