Suwardi Suryadiningrat : “ Als Ik Een Nederlander Was “ ( Seandainya Saya Seorang Belanda )
![]() |
Sumber : Holland Independence Day |
Pada tahun 1913, pemerintah kolonial Belanda berencana menciptakan pesta besar-besaran untuk memperingati lepasnya ‘negeri kincir angin’ itu dari penjajahan Perancis ( Hari Kemerdekaan ke 100 tahun Belanda dari Prancis ). Ironisnya, pesta besar itu akan digelar di Hindia-Belanda, negeri yang masih dijajah oleh Belanda. Lebih parah lagi, untuk membiayai pesta itu, pemerintah kolonial mau menarik ‘uang’ dari Rakyat.
Menanggapi planning itu, Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hajar Dewantara menulis karangan berjudul “Als ik een Nederlander was…” (“Seandainya saya seorang Belanda…”). Tulisan itu dimuat surat kabar De Express pada 13 Juni 1913. Tulisan itu sangat tajam mengeritik dan menyindir kolonialis Belanda. Lantaran goresan pena itulah Soewardi ditangkap dan dibuang ke negeri Belanda bersama 2 serangkai lainnya ( Cipto Mangunkusumo dan Setiabudi Danudirdja/Dowes Deker) . Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).
Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan berguru ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan forum pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam berbagi sistem pendidikannya sendiri.
——————————————————————————————————————————————
Kalau Saya Seorang Belanda (Als ik eens Nederlander was)
Oleh: Soewardi SoerjaningratDalam banyak sekali karangan di surat-surat kabar banyak sekali dipropandakan untuk mengadakan suatu pesta besar disini, di Hindia: pesta perayaan 100 tahun kemerdekaan Nederland. Penduduk negeri ini dihentikan lengah saja, bahwa pada bulan November yang akan tiba genaplah seratus tahun, bahwa Nederland menjadi suatu kerajaan dan tanah Nederland menjadi suatu negara yang merdeka, sekalipun dengan begitu ia di belakang sekali dalam barisan negara-negara.
Sumber :id. Wikipedia/KiHadjarDewantara
Ditinjau dari segi yang patut sudah sepantasnya insiden nasional yang bersejarah itu dirayakan dengan sebuah pesta. Bukankah itu membuktikan kecintaan orang Belanda kepada tanah airnya, tanda setianya kepada tanah yang pernah dihiasi oleh nenek-moyangnya dengan perbuatan-perbuatan pahlawan? perayaan itu akan menggambarkan perasaan besar hati mereka , bahw seratus tahun yang kemudian Nederland berhasil melemparkan tekanan penjajahan dari bahunya dan ia sendiri menjadi suatu bangsa yang merdeka.Saya gampang menangkap rasa gembira yang keluar dari hati patriot Belanda masa sekarang, yang sanggup merayakan jubileum semacam itu. Karena saya juga seorang patriot, dan menyerupai juga dengan orang Belanda yang benar-benar menyayangi tanah airnya, begitu pula saya cinta pada tanah air saya, lebih dari yang sanggup saya katakan.Alangkah gembiranya, alangkah senangnya, sanggup merayakan suatu hari nasional yang begitu besar artinya. Saya ingin, sanggup kiranya sebentar menjadi seorang Belanda, bukan seorang “Staatsblad-Nederlander”, tetapi seorang putra Nederland Besar yang tulen, sama sekali bebas dari cacat-cacat asing. Alangkah gembiranya aku, apabila nanti di bulan November tiba hari yang sebegitu usang ditunggu-tunggu., hari perayaan kemerdekaan. Kegembiraan hatiku akan meluap-luap melihat bendera Belanda berkibar sesenang-senangnya dengan secarik Oranje di atasnya. Suaraku akan parau ikut serta menyanyikan lagu “wilhelmus” dan “wien Neerlands Bloed”, apabila nanti musik mulai berbunyi. Saya akan menjadi sombong lantaran segala pernyataan itu, saya akan memuji Tuhan dalam gereja Nasrani bagi segala kebaikan-Nya, saya akan meminta, memohon ke langit yang tinggi supaya Nederland abadi kekuasaannya, juga ditanah jajahan ini, supaya mungkin bagi kita mempertahankan kebesaran kita dengan kekuasaan yang besar ini di belakang kita. Saya akan meminta sumbangan uang kepada semua orang Belanda di Insulinda ini, bukan saja untuk perayaan, tetapi juga untuk biaya planning kapal perang Clijn, yang berusaha segiat-giatnya guna mempertahankan kemerdekaan Nederland, saya akan……ya saya tak tahu lagi apa yang akan saya perbuat seterusnya, jikalau saya seorang Belanda, lantaran saya akan sanggup berbuat apa saja, dugaan saya.Tetapi tidak, sungguh tidak! Apabila saya seorang Belanda, saya tidak akan sanggup berbuat segala-galanya. memang saya berkehendak supaya pesta kemerdekaan yang akan tiba itu diorganisasi seluas-seluasnya, tetapi saya tidak mau kalau bumiputra negeri ini ikut serta merayakan, saya akan melarang mereka ikut riang gembira pada pesta-pesta itu, malahan saya ingin sekali memagari tempat-tempat keramaian itu, supaya tak ada seorang bumiputra pun sanggup melihat kegembiraan kita yang meluap-luap pada peringatan hari kemerdekaan itu.Di situlah terletak, berdasarkan saya, suatu hal yang tidak pantas, satu perbuatan yang tidak tahu malu, tidak senonoh, apabila kita—saya masih seorang Belanda umpamanya–orang-orang bumiputra disuruh ikut bergembira dalam merayakan kemerdekaan kita. Kita, pertama, akan melukai perasaan kehormatan mereka, lantaran kita disini di atas tanah air mereka yang kita kuasai memperingati kemerdekaan kita sendiri. Kita kini beriang-riang gembira, lantaran seratus tahun yang kemudian kita terlepas dari kekuasaan asing; dan semuanya ini akan terjadi di bawah pandangan mereka yang masih berdiri di bawah kekuasaan kita. Apakah kita tidak harus memikirkan, bahwa budak-budak yang sial itu juga ingin mencapai suatu ketika, yang mereka menyerupai kita kini sanggup mengadakan suatu pesta yang serupa? Atau apakah kita menyangka, bahwa kita dengan politik kita yang usang terus-menerus menindas semangat yang hidup sudah membunuh segala perasaan kemanusiaan dalam jiwa bumputera? Kalau begitu kita akan menipu diri sendiri, lantaran bangsa-bangsa yang sebiadab-biadabnya pun menyumpahi tiap-tiap bentuk penjajahan. Apabila saya seorang belanda, saya tidak akan mengadakan pesta kemerdekaan dalam suatu negeri sedangkan kita menahan kemerdekaan bangsanya.Sejalan dengan pendapat ini bukan saja tidak adil melainkan juga tidak pantas apabila bumiputra disuruh menyumbangkan uang untuk keperluan dana pesta itu. Sudahlah mereka dihina dengan maksud mengadakan perayaan kemerdekaan Nederland itu, kini dompet mereka dikosongkan pula. Itulah suatu penghinaan moril dan pemerasan uang!Apakah yang akan dicapai dengan pesta perayaan itu disini, di Hindia? Apabila itu maksudnya menyatakan kegembiraan nasional maka tidak bijaksana perayaan itu diadakan disini, di negeri yang terjajah. Orang akan menyakiti hati rakyatnya. Atau apakah dengan itu maksudnya mempertunjukkan kebesaran dalam arti politik ? Terutama dalam masa kini ini, masa bangsa Hindia sedang membentuk diri sendiri dan masih berada pada permulaan berdiri tidur, ialah suatu kesalahan perilaku memberi referensi kepada bangsa itu, bagaimana kiranya ia harus merayakan kemerdekaannya. Orang menusuk dengan cara begitu hawa nafsunya, dengan tidak sengaja dibangunkan perasaan kemerdekaannya, harapannya akan kemerdekaan yang akan tiba dengan tidak sengaja disorakkan kepada bangsa itu: “ Kau insan lihatlah betapa kami merayakan kemerdekaan kami; cintailah kemerdekaan, lantaran bahagia sekali perasaan menjadi suatu bangsa yang merdeka, bebas dari segala penjajahan.”Apabila bulan November tahun ini telah lewat, kaum penjajah Belanda telah menciptakan suatu percobaan politik yang berbahaya. Resiko ada pada mereka. Saya tak mau memikul tanggung jawab itu, sekalipun saya seorang Belanda.Kalau saya sorang Belanda, kini pada ketika ini, saya akan memprotes wacana maksud perayaan itu. Saya akan menulis dalam segala surat kabar bahwa itu salah, saya akan menasihati sesama kaum penjajah, bahwa berbahaya di waktu kini mengadakan pesta kemerdekaan, saya akan mendesak kepada segala orang Belanda supaya jangan melukai perasaan bangsa Hindia Belanda yang mulai berdiri dan sadar itu semoga supaya ia jangan hingga naik darah. Sungguh, saya akan memprotes dengan segala tenaga yang ada pada saya.Tetapi………saya ini bukan orang Belanda, saya cuma putra negeri tropika ini yang berkulit warna sawo matang, seorang bumiputera jajahan Belanda ini, dan lantaran itu saya tidakan akan memprotes.Karena, kalau saya memprotes, orang akan murka pada saya. Saya akan dipersalahkan menghasut bangsa Belanda, yang memerintah disini di negeri saya dan menjauhkan mereka itu dari saya. Dan itu saya tidak mau, itu dihentikan saya perbuat. Apabila saya orang Belanda, bukankah saya tidak mau menghina bangsa bumiputra?Juga orang akan menuduh saya kurang didik terhadap Sri Ratu, raja kita yang dihormati, dan itu tidak sanggup diampuni, alasannya saya rakyatnya yang selalu harus setia kepada beliau.Dan lantaran itu saya tidak memprotes!Sebaliknya, saya akan ikut merayakan.Apabila nanti diadakan pemungutan biaya, saya akan memberi sumbangan, sekalipun lantaran itu saya akan mengurangi belanja rumah tangga hingga separo. Kewajiban saya sebagai seorang bumiputra jajahan Belanda ini, ialah untuk ikut serta menyemarakkan hari kemerdekaan Nederland, negeri tuan kita. Saya akan meminta kepada oorang-orang sebangsa saya, orang-orang sesama rakyat kerajaan Nederland, untuk ikut serta dalam pesta itu, alasannya sekalipun pesta ini semata-mata berarti bagi Nederland, kita akan menerima di situ kesempatan yang sebaik-baiknya untuk menyatakan kesetiaan kita dan kehormatan kita kepada Nederland. Dengan begitu kita akan mengadakan “demonstrasi kesetiaan.” Syukurlah, saya bukan seorang Belanda.Sekarang, lepas dari segala ironi.Seperti telah saya katakan pada permulaan karangan ini, perayaan 100 tahun kemerdekaan Nederland tersebut menawarkan besarnya kesetiaan kepada tanah air, dalam hal ini dari pihak orang Belanda. Bolehlah mereka gembira pada perayaan nasional mereka itu. Yang menjadi keberatan bagi saya dan banyak lagi orang yang setanah air dengan saya ialah terutama bahwa kini bumiputra lagi yang akan membayar bagi suatu hal yang bukan hal mereka. Apakah yang akan dibawakan oleh pesta yang kami ikuti menyelenggarakan? Tidak sedikit juga, kecuali peringatan bagi kami, bahwa kami bukan suatu bangsa yang merdeka dan bahwa “Nederland tidak akan menganugerahi kami dengan kemerdekaan”– pendek kata tidak selama Tuan Idenburg menjadi walinegara, dan lagi–ganjil benar–ajaran yang kita peroleh dari pesta-pesta itu, bahwa merupakan kewajiban bagi tiap-tiap orang untuk mewakili bangsanya sebaik-baiknya pada hari perayaan kemerdekaan.Saya pun lebih sepakat dengan pendapat yang baru-baru ini untuk pertama kali dibentangkan dalam surat kabar bumiputra “Kaoem Moeda” dan dalam “ De Express” untuk membentuk di Bandung, tempat datangnya bermula harapan mengadakan perayaan dan tempat duduk sentra komite, suatu komisi terdiri dari beberapa orang bumiputra yang terpelajar; pada hari perayaan itu tubuh tersebut akan mengirimkan kawat ucapan selamat kepada Ratu, yang di dalamnya juga dianjurkan mencabut pasal 111 R.R dan segera mengadakan suatu Parlemen Hindia.Hasil dari permohonan itu–apalagi bab yang kemudian–saya tidak perbincangkan disini; artinya itu saja sudah merupakan suatu nilai yang besar bagi kita. Bukankahh ajakan itu saja sudah mengandung suatu proses, bahwa kita tidak diberi hak dan tetap tidak diperkenankan untuk membicarakan hal-hal politik, bahwa dengan perkataan lain kita dalam tempat ini tidak diberi kebebasan sama sekali? Suatu bangsa yang cinta merdeka menyerupai bangsa Belanda yang kini akan merayakan kemerdekaannya, tentu akan mengabulkan ajakan itu.
Sumber :id. Wikipedia/KiHadjarDewantara Tentang mengadakan parlemen, disitu tersimpul sejelas-jelasnya keinginan yang besar untuk dihentikan tidak ikut serta mengeluarkan suara. Itu sangat perlu. Dimana ternyata sejelas-jelasnya dari cara bangunanya bangsa Hindia, bahwa emansipasi–proses kemerdekaan– itu cepat sekali jalannya, disitu sanggup dipikirkan kemungkinan bahwa bangsa ini, yang kini terjajah, suatu masa akan lebih besar dari tuannya. Bagaimana nanti, apabila 40 juta insan yang benar-benar berdiri menuntut pertanggungjawaban kepada seratus orang yang duduk dalam De tweede kamer yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat? Apakah orang pada kesudahannya akan menyerah, kalau krisis sudah ada?Rasanya janggal terdengar, bahwa komite tersebut akan meminta suatu parlemen. Selagi pemerintah hanya perlahan-lahan bekerja untuk mengadakan suatu perwakilan kolonial, di mana paling anggun beberapa orang saja diangkat oleh pemerintah sebagai apa yang dikatakan wakil kita di dalam apa yang disebut koloniale raad itu–lihat contohnya gemeenteraden–disana tiba komite berlari-lari kencang dengan suatu usul yang hebat, tidak lebih dan tidak kurang suatu Parlemen Hindia.Tampaknya maksud komite hanya memajukan protes di dalam suatu ajakan yang kini tidak sanggup diperkenankan, dan tidak mengharapkan hasilnya. Ajaib memang adanya, bahwa sempurna pada hari orang Belanda merayakan kemerdekaannya, komite tiba kepada Ratu dengan permohonan untuk melenyapkan kekuasaan diktatorial Belanda atas suatu bangsa yang 40 juta orang jumlahnya.Lihatlah, kini sudah, betapa imbas harapan perayaan itu.Tidak, sekali-kali tidak, kalau saya seorang Belanda, saya tidak akan merayakan jubileum menyerupai itu disini dalam suatu negeri yang kita jajah. Beri dahulu bangsa yang terjajah itu kemerdekaannya, barulah merayakan kemerdekaan itu sendiri.
Sumber : Pengantar Sejarah Indonesia Baru , Sartono Kartodirdjo, 2006, Yogyakarta
Sumber https://www.gu-buk.net
Posting Komentar untuk "Suwardi Suryadiningrat : “ Als Ik Een Nederlander Was “ ( Seandainya Saya Seorang Belanda )"