Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Supersemar


51 tahun telah berlalu namun Supersemar masih layak diperbincangkan dan kerap menuai kontroversi. Surat yang “ditandatangani” oleh Presiden Sukarno pada tanggal 11 Maret 1966 ini masih menyimpan sejumlah misteri. Menilik sisi sejarahnya, surat ini boleh dikatakan sebagai titik awal dari sebuah peralihan kepemimpinan Nasional dari Orde Lama yang dipimpin Sukarno menuju Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto. Supersemar telah mengantarkan Letnan Jendral Soeharto kepada pucuk kekuasan Republik Indonesia. Apa bekerjsama isi dari Supersemar?

Surat Perintah ini berisi perintah Presiden Sukarno kepada Letn.Jend Soeharto untuk mengambil langkah-langkah yang dirasa perlu untuk memulihkan ketertiban dan keamanan umum. Perintah kedua ialah meminta Soeharto untuk melindungi presiden, semua anggota keluarga, beserta hasil karya dan ajarannya. Akan tetapi, Soeharto tidak menjalankan perintah tersebut dan justru mengambil tindakan menurut interpretasinya sendiri.

Dengan adanya dorongan kekuatan anti-PKI, Soeharto pun mengadakan Sidang MPRS demi mengkukuhkan Supersemar. Pada tanggal 20 Juni - 6 Juli 1966, MPRS mengadakan Sidang Umum. 
Mengenai pemindahan kekuasaan, baik secara eksplisit maupun implisit terang tidak tercantum di dalam surat tersebut. Bahkan, dalam pidato Sukarno di persidangan MPRS pada 17 Agustus 1966, ia menegaskan bahwa Supersemar bukanlah “transfer of sovereignity” dan bukan pula “transfer of authority”. Pidato pertanggungjawaban nya yang berjudul “Nawaksara” itu ditolak oleh MPRS. Pada waktu yang sama, MPRS menetapkan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 wacana Supersemar.

Alih-alih melindungi Sukarno, Soeharto justru menyebabkan Sukarno sebagai “tahanan rumah” di Istana Bogor, dan kemudian di Wisma Yaso di Jakarta. Sukarno juga diinterogasi oleh Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Sukarno gres diberhentikan sesudah mengalami sakit parah. Selama sakit, Presiden pertama ini tidak mendapat perawatan yang baik, sampai akibatnya meninggal pada 21 Juni 1970.

Saat ini, setidaknya terdapat tiga jenis salinan dari Supersemar yang disimpan di ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). Akan tetapi ketiganya mempunyai versinya masing-masing.  Pertama, Supersemar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri: jumlah halaman dua lembar, memakai kop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tercantum tanda tangan beserta nama "Sukarno".

Kedua, Supersemar yang diperoleh dari Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia AD dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda namun dengan ketikan yang tidak serapi versi pertama. Penulisan ejaan sudah memakai kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada dikala itu. Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama "Sukarno", pada versi kedua tertulis nama "Soekarno".
Ketiga, Supersemar yang didapat dari Yayasan Akademi Kebangsaan, dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, sebagian surat robek sehingga tidak utuh lagi, dengan kop surat yang tidak jelas, hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno pada versi ketiga ini juga berbeda dengan versi pertama dan kedua.

Soeharto memang tak lagi berkuasa, juga tidak ada imbas pribadi secara politis terhadap Republik Indonesia hari ini, namun pengungkapan misteri Supersemar akan mempunyai arti bagi bangsa Indonesia. Setidaknya sebagai bangsa yang merdeka, sejarah kita sanggup diceritakan secara jelas.

Akan tetapi, sampai hari ini, upaya pengungkapan misteri mengenai Supersemar boleh dikatakan menemui jalan buntu. Surat aslinya tidak diketahui keberadaannya, kolam ditelan bumi, ia hilang secara misterius.

Penulis: Arif Rizal Maulana (Ilmu Sejarah UI 2015)


Sumber https://www.gu-buk.net

Posting Komentar untuk "Supersemar"