Propaganda Udara: Tugas Radio Republik Indonesia Dalam Menyuarakan Gosip Kemerdekaan
“Sekali di Udara, Tetap di Udara”. Kalimat ikonik inilah yang sampai kini kini menjadi slogan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai forum yang berorientasi untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Bila kita melihat jauh ke belakang, kita sanggup menelusuri relasi yang bersahabat antara berdirinya RRI dengan kejadian kemerdeakaan Indonesia dengan kiprahnya dalam “propaganda udara”. RRI dalam penyebarluasan kabar kemerdekaan Indonesia tidak hanya ke seluruh Indonesia, tetapi juga ke seluruh dunia. Pada tahun 1946, pemancar RRI Yogyakarta berhasil menyiarkan The Voice of Free Indonesia yang dibawakan oleh Molly Warner, seorang Australia bersimpati terhadap usaha bangsa Indonesia sehingga kabar kemerdekaan semakin terdengar ke suluruh dunia
Ketika mendengar kabar menyerahnya Jepang pada sekutu, para perjaka segera mendesak untuk menyegerakan kemerdekaan Indonesia. Setelah melewati silang pendapat yang menegangkan, jadinya momen yang dinanti-nanti tiba. Ir. Sukarno didampingi Drs. Mohammad Hatta membacakan proklamasi yang mengatasnamakan bangsa Indonesia pada hari Juma’at tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Pegangsaan Timur 56 Jakarta (Sekarang Jalan Proklamasi). Melalui proklamasi ini, Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan dan lahir sebagai negara gres yang berdaulat dan merdeka. Namun, informasi maha penting ini tidak gampang untuk disebarluaskan dari Jakarta. Taktik “kucing-kucingan” dengan Jepang inilah yang dilakukan para perjaka beberapa ketika sesudah proklamasi disuarakan. Para perjaka yang melaksanakan hal tersebut bukan berarti tidak menemui konsekuensi alasannya ialah sekali saja salah langkah, ‘kepala’ merekalah taruhannya. Berkenaan dengan hal itu, perlu upaya memanfaatkan kantor informasi Domei dan surat kabar Asia Raya. Selain itu, usaha Jusuf Ronodipuro dari Hosokyoku (pusat siaran radio pendudukan di Merdeka Barat) bersama dengan Sjahruddin (wartawan kantor informasi Domei) dan Bachtiar Lubis yang berhasil mengudarakan teks proklamasi sehigga siarannya tertanggkap di Singapura dan seluruh dunia sangatlah penting.
Jusuf Ronodipuro memberitahu Dr. Abdulrachman Saleh bahwa terhitung semenjak 18 Agustus 1945, siaran radio Jepang sudah dihentikan. Hal ini tentu sangat menggelisahkan masyarakat alasannya ialah tidak tahu apa yang harus dilakukan dan menjadi buta berita. Dengan situasi dan kondisi demikian, sanggup disimpulkan bahwa radio ialah media komunikasi yang efektif untuk berafiliasi dengan rakyat. Pemerintah harus segera mengambil tindakan mengingat tentara sekutu sudah menduduki Jawa dan Sumatera untuk melucuti tentara Jepang dan memelihara keamanan sampai dilangsungkan pengambilalihan kekuasaan atas Indonesia. Membentuk organisasi siaran radio nasional ialah jalan keluar yang sempurna untuk mengonsolidasi kekuataan rakyat. Langkah yang diambil ialah mengadakan pertemuan dengan 8 orang bekas HosokyokuI di Jakarta. Hingga pada 11 September 1945, bertempat dikediaamn Adang Kadarusman di Menteng, Dr. Abdulrachman Saleh memimpin rapat yang menandai kelahiran Radio Republik Indonesia. Peserta rapat terdiri dari utusan daerah, menyerupai Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Beberapa keputusan yang diambil antara lain: lahirnya Tri Prasetya RRI dan peringatan hari RRI. Tanggal inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Radio Republik Indonesia (RRI).
Sumber https://www.gu-buk.net
Posting Komentar untuk "Propaganda Udara: Tugas Radio Republik Indonesia Dalam Menyuarakan Gosip Kemerdekaan"