Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Genosida Muslim Afrika Tengah

Sejak 2012, perang sipil masih berkecamuk di Republik Afrika Tengah. Republik Afrika Tengah, sebuah negara tanpa maritim yang berbatasan eksklusif dengan Kamerun, Chad, Sudan dan Kongo dalam beberapa dekade terakhir menghadapi konflik berkepanjangan yang berujung perang sipil.

Pertikaian antar etnis dan konflik sektarian turut mengiringi pertumpahan darah dari 2003 hingga 2007, yang meletus kembali semenjak 2012 hingga sekarang. Para pekerja kemanusiaan juga tak luput dari serangan.

Pada Desember 2016 lalu, jawatan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyebutkan ada sekitar 336 serangan terhadap pekerja kemanusiaan selama perang sipil Republik Afrika Tengah edisi 2012 hingga hari ini.

Sebenarnya kejadian genosida memang sudah terjadi di negara bekas jajahan Perancis yang mempunyai deposit sumber daya alam melimpah dari minyak mentah, uranium hingga emas.

Perang dimulai dari para kelompok bersenjata. Pada tanggal 10 Desember 2012 di Kota Ndele sebuah pertarungan pecah yang melibatkan pasukan bersenjata dengan pasukan militer keamanan Republik Afrika Tengah.

Human Right Watch menyampaikan populasi minoritas Muslim di negara itu telah menjadi target gelombang kekerasan tanpa henti yang terkoordinasi.

Negara itu jatuh ke dalam kekacauan pada tahun kemudian setelah koalisi oposisi yang didominasi Muslim, Seleka, menggulingkan Pemerintah Presiden Fancois Bozize, dan berkuasa selama 10 bulan.

Kubu oposisi itu disingkirkan oleh kubu oposisi Katolik yang dikenal sebagai "Anti-Balaka" yang kemudian mengisi kekosongan kekuasaan. Transisi kekuasaan ini, kata Amnesty Internasional, menjadi awal dari konsekuensi mengerikan bagi para Muslim pada periode sesudahnya. Milisi Anti-Balaka melaksanakan serangan kekerasan dalam upaya pencucian etnis Muslim di Republik Afrika Tengah.

Kekerasan terburuk terjadi di utara kota Bossemptele, dengan korban jiwa dari satu lokasi dan satu kejadian mencapai 100 orang pada Januari 2014. Korban tewas meliputi wanita dan lelaki tua, termasuk imam setempat yang berusia lebih dari 70 tahun.

Kota-kota dengan populasi Muslim di dalamnya yang mendapat serangan gencar bersenjata ialah Bouali, Boyali, dan Baoro. Para pengamat mengkhawatirkan perkembangan situasi di Afrika Tengah akan mengulang bencana genosida di Rwanda, sekitar dua dasawarsa silam.

Daerah penghasil emas, Yaloke, yang sebelum konflik berpenduduk 30.000 Muslim dengan 8 masjid, berdasarkan Bouckaert, pada pekan kemudian hanya menyisakan 500 Muslim dan 1 masjid.

Pada Maret 2014, Dewan Keamanan PBB tetapkan akan melanjutkan pengiriman pasukan penjaga perdamaian dan mengizinkan penggunaan kekuatan bersenjata oleh pasukan Uni Eropa di Afrika Tengah. Keputusan ini dibentuk setelah Wali Kota Bangui, Catherine Samba-Panza, ditunjuk menjadi presiden sementara Afrika Tengah.



sumber: OA Historypedia Line

Sumber https://www.gu-buk.net

Posting Komentar untuk "Genosida Muslim Afrika Tengah"