Berkuasanya Imperialisme Di Negeri Cina
Dari pertengahan kurun 19 hingga awal kurun 20, Cina mengalami "Century of Humiliation" dimana pada periode itu Cina harus tunduk kepada negara-negara imperialis Eropa dan Jepang dan harus kehilangan banyak wilayah alasannya yakni diambil oleh pihak asing. Periode ini bermula pada 1842 ketika Cina (saat itu diperintah Dinasti Qing) dikalahkan Inggris di Perang Opium Pertama dan akhir kekalahan itu Qing harus kehilangan Hong Kong yang diserahkan kepada Inggris melalui Perjanjian Nanking selain itu Qing harus membuka pelabuhan nya untuk kapal dagang asing. Kemudian, pada 1858 Qing harus menyerahkan sebagian daerahnya di Manchuria kepada Kekaisaran Rusia lewat Perjanjian Aigun.
(Baca juga: Peradaban Cina yang Dahsyat)
Selain dari pihak asing, Dinasti Qing juga harus menghadapi bahaya dari dalam negeri salah satunya yakni pemberontakan yang dilakukan oleh Hong Xiuquan yang dikenal dengan Pemberontakan Taiping pada tahun 1850. Hong Xiuquan yakni pemimpin sekte kristen yang mengaku sebagai adik Yesus dan Hong berniat untuk menggulingkan pemerintahan Qing dan mengakibatkan kristen sebagai agama resmi di China, pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh prajurit Qing namun pasca ditumpasnya pemberontak Taiping muncul pemberontakan lainnya dari etnis Miao.
Ketika Dinasti Qing tengah sibuk menumpas pemberontakan Taiping, Qing juga harus berhadapan dengan Inggris dan Prancis di Perang Opium Kedua pada 1856, Qing harus kembali menelan kekalahan dari dari negara Eropa tersebut dan harus rela kehilangan Semenanjung Kowloon dan Pulau Stonecutter yang harus diserahkan kepada Inggris. Kemudian pada 1884 Qing menghadapi konflik dengan Prancis yang ingin mendirikan wilayah protektorat di wilayah Tonkin (Vietnam bab utara) yang ketika itu dibawah efek kekuasaan Dinasti Qing. Meskipun tentara Qing bisa menciptakan pasukan Prancis kewalahan dan bisa mengungguli pasukan Prancis namun pada balasannya Qing tetap harus mengakui klaim Prancis atas wilayah Tonkin dan Annam melalui Perjanjian Tientsin pada 1885.
Tidak hanya dari negara Eropa, tetangga Dinasti Qing yaitu Kekaisaran Jepang juga tengah melaksanakan perluasan pasca modernisasi di era Kaisar Meiji. Jepang tertarik dengan wilayah Korea alasannya yakni kaya akan sumber daya alam yang diharapkan untuk industri dalam negerinya. Meskipun ketika itu Korea yakni negara yang menerapkan politik isolasi namun Korea semenjak usang berada dibawah efek kekuasaan Cina, balasannya perang Qing dan Jepang pun meletus pada 1894 yang dikenal dengan Perang Cina-Jepang Pertama. Jepang berhasil keluar sebagai pemenang perang dan mendapat wilayah Taiwan, Semenanjung Liaodong, dan Penghu lewat Perjanjian Shimonoseki (1895).
(Baca juga: Perang Cina-Jepang Pertama, Awal dominasi kekaisaran Jepang)
Ketika masa republik, Cina juga pernah dikuasai oleh Kekaisaran Jepang yang mengadakan perluasan ke negara tersebut pada 1937. Kekuasaan abnormal berakhir sehabis Perang Dunia 2 ketika Jepang dikalahkan oleh sekutu dan melepaskan bekas wilayah jajahannya termasuk Cina. Dengan berakhirnya kekuasaan Jepang, periode Century of Humiliation di Cina turut berakhir pula.
(Baca juga: Suku Hui, Muslim Di negeri Cina)
-Wellesley/Wellington
Sumber: OA Historypedia Line
(Baca juga: Peradaban Cina yang Dahsyat)
Selain dari pihak asing, Dinasti Qing juga harus menghadapi bahaya dari dalam negeri salah satunya yakni pemberontakan yang dilakukan oleh Hong Xiuquan yang dikenal dengan Pemberontakan Taiping pada tahun 1850. Hong Xiuquan yakni pemimpin sekte kristen yang mengaku sebagai adik Yesus dan Hong berniat untuk menggulingkan pemerintahan Qing dan mengakibatkan kristen sebagai agama resmi di China, pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh prajurit Qing namun pasca ditumpasnya pemberontak Taiping muncul pemberontakan lainnya dari etnis Miao.
Ketika Dinasti Qing tengah sibuk menumpas pemberontakan Taiping, Qing juga harus berhadapan dengan Inggris dan Prancis di Perang Opium Kedua pada 1856, Qing harus kembali menelan kekalahan dari dari negara Eropa tersebut dan harus rela kehilangan Semenanjung Kowloon dan Pulau Stonecutter yang harus diserahkan kepada Inggris. Kemudian pada 1884 Qing menghadapi konflik dengan Prancis yang ingin mendirikan wilayah protektorat di wilayah Tonkin (Vietnam bab utara) yang ketika itu dibawah efek kekuasaan Dinasti Qing. Meskipun tentara Qing bisa menciptakan pasukan Prancis kewalahan dan bisa mengungguli pasukan Prancis namun pada balasannya Qing tetap harus mengakui klaim Prancis atas wilayah Tonkin dan Annam melalui Perjanjian Tientsin pada 1885.
Tidak hanya dari negara Eropa, tetangga Dinasti Qing yaitu Kekaisaran Jepang juga tengah melaksanakan perluasan pasca modernisasi di era Kaisar Meiji. Jepang tertarik dengan wilayah Korea alasannya yakni kaya akan sumber daya alam yang diharapkan untuk industri dalam negerinya. Meskipun ketika itu Korea yakni negara yang menerapkan politik isolasi namun Korea semenjak usang berada dibawah efek kekuasaan Cina, balasannya perang Qing dan Jepang pun meletus pada 1894 yang dikenal dengan Perang Cina-Jepang Pertama. Jepang berhasil keluar sebagai pemenang perang dan mendapat wilayah Taiwan, Semenanjung Liaodong, dan Penghu lewat Perjanjian Shimonoseki (1895).
(Baca juga: Perang Cina-Jepang Pertama, Awal dominasi kekaisaran Jepang)
Pada tahun 1899 hingga 1901, kelompok Boxer yang kebanyakan berisi kaum petani mengadakan pemberontakan yang dikenal dengan Pemberontakan Boxer, pemberontak Boxer menginginkan Cina terbebas dari efek dan kekuasaan negara imperialis. Negara-negara imperialis yang khawatir dengan acara pemberontak Boxer yang selalu membantai warga negara abnormal membentuk Aliansi Delapan Negara yang terdiri dari Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Italia, Jerman, Austria-Hungaria, dan Prancis. Aliansi ini segera mengirim pasukannya untuk menumpas pemberontak Boxer yang didukung oleh tentara Dinasti Qing dan balasannya Boxer berhasil ditumpas. Akibat dari Protokol Boxer, Qing harus membayar kerugian perang dan kota Beijing pun ditempati oleh tentara abnormal keadaan ini semakin memperburuk keadaan Dinasti Qing yang berujung pada runtuhnya dinasti ini pada 1911 akhir dari revolusi yang mengganti pemerintahan di Cina menjadi republik.
Ketika masa republik, Cina juga pernah dikuasai oleh Kekaisaran Jepang yang mengadakan perluasan ke negara tersebut pada 1937. Kekuasaan abnormal berakhir sehabis Perang Dunia 2 ketika Jepang dikalahkan oleh sekutu dan melepaskan bekas wilayah jajahannya termasuk Cina. Dengan berakhirnya kekuasaan Jepang, periode Century of Humiliation di Cina turut berakhir pula.
(Baca juga: Suku Hui, Muslim Di negeri Cina)
-Wellesley/Wellington
Sumber: OA Historypedia Line
Sumber https://www.gu-buk.net
Posting Komentar untuk "Berkuasanya Imperialisme Di Negeri Cina"