Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Prinsip Anggaran Belanja Berimbang

 
Teori ekonomi menyampaikan bahwa APBN disebut berimbang apabila seluruh pemasukan yang biasa diterima pemerintah sanggup menutup seluruh pengeluaran pemerintah pada tahun itu. "Anggaran belanja berimbang" yang dijadikan asas pokok kebijakan fiskal pada masa awal Orde Baru dan terus digunakan hingga tamat Orde Baru,  bukanlah konsep teoritis.  Tapi tumbuh dari tuntutan mudah sewaktu diharapkan sebuah konsep sederhana dan gampang dimengerti yang memastikan bahwa APBN mendukung tercapainya target utama pada waktu itu,  yaitu menjinakkan inflasi atau setidaknya tidak lagi menjadi penyebab utama inflasi

Prinsip "anggaran belanja berimbang" memilih bahwa semua pengeluaran pemerintah dalam satu tahun(E) dibatasi oleh beberapa penerimaan yang sanggup diperoleh dari dalam negeri (R) plus pinjaman lunak dari luar negeri (B) (disebut "bantuan dari luar negeri"). Asas ini hanya menuntut E = R + B bukan E = R ibarat yang diminta teori ekonomi (yang tentu lebih baik untuk memerangi inflasi),  alasannya ialah disadari bahwa untuk beberapa waktu kedepan Indonesia belum bisa memenuhi nya,  kecuali apabila pengeluaran pemerintah dipangkas minimal--sesuatu yang tidak diinginkan atau mustahil dilakukan.

Prinsip "anggaran belanja berimbang" hanya memastikan bahwa kebijakan APBN tidak menambah tekanan inflasi (dan sanggup membantu mengurangi tekanan inflasi) alasannya ialah tidak akan menambah uang beredar.  Ketekoran penerimaan dalam negeri ditutup dengan pinjaman lunak berupa devisa yang sanggup digunakan untuk mengimpor barang (menambah suplai barang) atau untuk menyedot rupiah di dalam negeri.  Kata "lunak" yang ditempelkan pada pinjaman luar negeri ini penting alasannya ialah selain persyaratan ringan,  jumlahnya terbatas (Indonesia Harus bersaing dengan negara-negara berkembang lain untuk mendapatkannya) sehingga mengurangi 2 resiko:
a)beban utang yang berlebihan;
b)E yang lepas kendali. Sedikit pemanis mengenai akuntansi APBN masa Orde Baru:
Pengeluaran(E) terdiri atas pengeluaran rutin (ER) dan pengeluaran pembangunan (EP). Kaprikornus R + B = ER + EP   dan dari situ R - ER = EP - B. R - ER disebut tabungan pemerintah

Di masa reformasi, konsep ini diganti dengan konsep APBN yang lebih bersahabat dengan konsep teoritis dan dengan praktik umum di dunia, yaitu ada 4 kelompok pos:  Penerimaan(R), Pengeluaran(E),  Defisit atau Surplus(D), dan pembiayaan (F).  Persamaan dasarnya ialah E -  R = D = F. D didanai dengan F yang diartikan tidak hanya pinjaman lunak,  tetapi juga utang dalam negeri (melalui surat utang negara atau SUN) dan utang luar negeri yang diluar pinjaman lunak melalui Global bonds dan sebagainya. Semangat bahwa APBN tidak boleh lepas dikendalikan tetap dipertahankan dengan mengatur bahwa defisit yang dikonsolidasi secara nasional (D plus defisit APBD semua daerah) dihentikan melebihi 60% dari PDB. (UU No.17/1003.) Dua rambu kehati-hatian tersebut sama dengan yang diterapkan di Uni Eropa.

Sumber: Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah oleh Prof. Dr. Boediono 

Sumber https://www.gu-buk.net

Posting Komentar untuk "Prinsip Anggaran Belanja Berimbang"